Untuk terapi bekam cikarang
kita bisa menyiapkan segala peraturan yang sudah di tetapkan oleh nabi
dan hukum tentang pengambilan upak dari terapi bekam di cikarang bekasi
insya alloh tidak lepas dari contohnya
Hukum mengambil upah bekam merupakan masalah yang tidak asing lagi. Pertanyaan ini sering
dilontarkan oleh para Hajjam (pembekam) dikarenakan kekhawatiran mereka
dengan uang yang mereka dapatkan, apakah halal ataukah haram. Tentu hal
ini merupakan permasalahan yang besar.
Mengawali permasalahan ini perlu diketahui
bahwasanya mengambil upah bekam merupakan permasalahan muamalah
duniawiah. Dan hukum asal sesuatu -bukan ibadah- adalah halal, sampai
datang dalil yang memalingkan hukum tersebut. Beda dengan hukum ibadah.
Di mana hukum asal dalam ibadah adalah dilarang, sampai datang dalil
yang memerintahkannya. Sedikit saya paparkan salah satu Kaidah Fiqh
dalam Islam agar kita mempunyai dasar dalam memecahkan permasalahan ini.

HADITS-HADITS LARANGAN
نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ عَنْ كَسْبِ الْحَجّامِ، وَكَسْبِ الْبَغِيّ، وَثَمَنِ الْكَلْبِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam melarang dari upah tukang bekam, upah dari pezina dan upah dari jual beli anjing.” (HR. Ahmad 2/299 no. 7976 (cet. Ar-Risalah), Shohih Lihat Nailul Author Tahqiq Subhi Hasan Hallaq 10/421)
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ عُقْبَةَ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ عَنْ كَسْبِ الْحَجّامِ
Dari Abu Mas’ud ‘Uqbah bin ‘Amr ia berkata : “Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang mencari rizki/upah melalui
profesi praktek/tukang bekam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 2165. Shohih Lihat Shohihul Jami’ no. 6976].
عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ، أَنَّ رَسُولَ اللّهِ
صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ: كَسْبُ الْحَجّامِ خَبِيثٌ، وَثَمَنُ
الْكَلْبِ خَبِيثٌ، وَمَهْرُ الْبَغِيّ خَبِيثٌ
Dari Raafi’ bin Khudaij radhiallaahu ‘anhu, : Bahwasannya Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “upah tukang bekam
adalah buruk/kotor/keji, hasil jual beli anjing adalah buruk/kotor/keji,
dan mahar (upah) pezina adalah buruk/kotor/keji”. (HR. Ahmad di
al-Musnad 3/464, Abu Dawud no. 3421, At-Tirmidzi no. 1275, An-Nasa-i no.
4294, Ibnu Hibban dalam Shohihnya no. 5152, Shohih Dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam kitab at-Ta’liqatul Hisan ala Shohih Ibni Hibban no. 5130)___________________________
Dari hadits-hadits di atas terbayangkan di pikiran kita bahwa mengambil upah bekam tidak diperbolehkan, haram dan lain sebagainya. Namun apakah benar demikian? Mari kita cermati hadits berikut.
HADITS-HADITS PEMBOLEHAN
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ احْتَجَمَ وَأَعْطَى الْحَجَّامَ أَجْرَهُ
Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi wassalam pernah berbekam dan memberikan kepada tukang bekam upahnya. (HR. Ibnu Majah no. 2164. Shohih Lihat Shohih Ibni Majah no. 2164, Mukhtashor Samail Muhammadiyah no. 309)
أَنّ النّبي صَلّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ دَعَا
حَجَّامًا فَحَجَمَهُ وَسَأَلَهُ: كَمْ خَرَاجُكَ؟ فَقَالَ: ثَلَاثَةُ
آصُعٍ. فَوَضَعَ عَنْهُ صَاعًا وَأَعْطَاهُ أَجْرَهُ
“Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengundang Abu Thoyiba (tukang bekam), lalu ia membekam beliau. Setelah
selesai, Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya :
“Berapa pajakmu ?”. Ia menjawab : “Tiga sha’”. Lalu beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam membatalkan satu sha’ (dari setoran yang harus
dibayarkan kepada majikannya karena sang majikan mensyaratkan
pajak/setoran dari jasanya), kemudian memberikan upahnya.” (Shohih Imam At-Tirmidzi dalam Mukhtashar Asy-Syamaail Al-Muhammadiyyah, hal. 188 no. 312)
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّهُ سُئِلَ
عَنْ أَجْرِ الحَجَّامِ، فَقَالَ: احْتَجَمَ رَسُولُ اللّهِ صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلّمَ، حَجَمَهُ أَبُو طَيْبَةَ، وَأَعْطَاهُ صَاعَيْنِ مِنْ
طَعَامٍ، وَكَلَّمَ مَوَالِيَهُ فَخَفَّفُوا عَنْهُ، وَقَالَ: «إِنَّ
أَمْثَلَ مَا تَدَاوَيْتُمْ بِهِ الحِجَامَةُ، وَالقُسْطُ البَحْرِيُّ»
“Dari Shahabat Anas bin Malik radhiallahu’anhu, bahwasannya
beliau pernah ditanya tentang upah tukang bekam, maka beliau berkata,
“Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam telah berbekam pembekamnya
adalah Abu Thayiba, lalu setelah itu Rasulullah Shallallahu’alaihi
wassalam memberikan kepadanya dua sho’ dari makanan, dan beliau
shallallahu’alaihi wassalam berdialog dengan majikannya Abu Thoyiba agar
diringankan pajak/setoran wajibnya (yang dibebankan sang Majikan kepada
Abu Thoyiba setiap harinya), Kemudian Rasulullah Shallallahu’alaihi
wassallam bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik apa yang kalian berobat
dengannya yaitu berbekam/hijamah dan qusthul bahri (akar kering seperti
pasak bumi bentuknya dan pahit rasanya dapat dibuat serbuk dan
bermanfaat untuk sakit tenggorokan, panas, paru-paru dan yang lainnya.)” (HR. Al-Bukhori no. 5696 dan Muslim no. 1577 (62) Shohih )*******
Kalau kita melihat dari keseluruhan hadits di atas terdapat pertentangan antara larangan dan dibolehkan. Ya, memang secara dzohir terdapat pertentangan. Namun apakah betul hadits ini bertentangan? Mari kita coba kompromikan pertenangan dzohir ini. Karena dalam kaidah, ketika kita mendapatkan dua dalil atau lebih yang bertentangan, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengkompromikannya.
- Mengambil upah bekam adalah boleh. Hal ini senada dengan pendapatnya Ibnu Abbas.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا،
قَالَ: « احْتَجَمَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَأَعْطَى
الَّذِي حَجَمَهُ » وَلَوْ كَانَ حَرَامًا لَمْ يُعْطِهِ
“Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma pernah berkata : “Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berbekam Lalu beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam memberikan upah kepada pembekamnya. Seandainya upah bekam itu haram, niscaya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak akan memberinya” (HR. al-Bukhori no. 2103, Shohih )Imam An-Nawawi juga bependapat yang sama tatkala beliau memberikan judul bab terhadap hadits Anas riwayat Muslim di atas: Bab Halalnya Upah Bekam. Dan ini juga yang difatwakan oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin -rahimahullah- dalam beberapa fatwa beliau.
- Lantas bagaimana dengan hadits-hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan tentang dilarangnya mengambil upah bekam? Maka dalil larangan tersebut hanya sampai kepada hokum makruh. Imam Taqiyuddin An Nabhani berpendapat bahwa hadits “penghasilan pembekam itu buruk (khabits)” tidak menunjukkan keharaman melainkan kemakruhan. Karena ada dalil bahwa Nabi SAW menamakan bawang putih (tsaum) dan bawang merah (bashal) sebagai sesuatu yang buruk (khabits), padahal kedua benda itu hukumnya boleh. (HR Muslim, dari Ma’dan bin Abi Thalhah). Sejalan dengan ini, Imam Syaukani menyatakan penghasilan pembekam itu makruh, karena dalil yang melarang dapat dikompromikan dengan dalil yang membolehkan, seperti tindakan Nabi SAW memberikan upah bekam kepada pembekamnya. (Imam Syaukani,Nailul Authar, hlm. 1126).
- Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin –rahimahullah dalam kitabnya Mandzumah Ushul Fiqh wa Qowa’iduhu berkata (Yang makruh ketika dibutuhkan) maka kebutuhan tersebut menghalalkan yang makruh, dan beliau membedakan antara “kebutuhan” dan “darurat”. Karena kebutuhan lebih rendah dari darurat.
Sebagaimana memakan bawang hukum asalnya adalah makruh. Ketika ia memakannya, maka pelakunya tidak berdosa. Terlebih lagi ketika ia memang membutuhkannya, maka secara mutlak hukumnya adalah mubah.
- Sekarang mari kita lihat kondisi berikut ini. Ada pembekam saat ini mencurahkan semua waktunya dalam pekerjaan ini. Hingga tidak ada waktu sama sekali bagi dia untuk bekerja yang lain, karena saking sibuknya ia dengan bekam. Terlebih lagi dia memiliki karyawan, di mana ada kewajiban bagi dia untuk menggaji mereka setiap bulannya. Maka dalam hal ini jelas mengambil upah bekam diperbolehkan. Wallahu a’lam Bishshowaab…
No comments:
Post a Comment